Oleh: Rudi S Kamri, Pemerhati Sosial dan Budaya.
Ada seorang putri berbusana nuansa kuning menapak perlahan di pelataran Candi Boko. Cantik memesona, anggun menyapa dunia. Karya wastra nusantara hasil perupa busana ULUPI HASTUTI sang maestro Indonesian Tropical Eco Print semakin elok dipandang mata saat sahabat saya Miranti Serad dan kawan-kawan berjalan gemulai dengan selendang berjuntai tertiup bayu di sungkup tapak Candi Boko yang wingit penuh misteri.
Ada rona jejak alam yang dicoba dipahatkan oleh Sang Maestro Pipie (panggilan sayang Ulupi Hastuti) ke langit Nusantara. Kuning tembaga dan rona langit biru adalah paduan nuansa alami Ibu Pertiwi. Ini adalah Kridha (kiprah) para bidaDhari (perempuan) Indonesia yang sedang berupaya keras membentengi negeri ini dari gempuran budaya asing baik busana Barat dan budaya Arab yang miskin keindahan.
“Pelestarian budaya dalam konteks adi busana Nusantara bukan hanya sekedar melestarikan hasil karya wastra peninggalan leluhur kita, tapi generasi kita juga harus membuat jejak sejarah berkarya dengan memanfaatkan potensi alam yang melimpah di depan kita. Itu yang sedang dibangun oleh Ibu Ulupi Hastuti melalui karya-karyanya dalam Indonesian Tropical Eco Print ini,” kata Miranti Serad.
Dan saya setuju dengan pandangan perempuan paruh baya yang seakan tidak pernah menua itu. Pelestarian budaya peninggalan leluhur adalah tugas sejarah kita, namun seyogyanya generasi kita juga meninggalkan jejak monumen karya budaya untuk generasi setelah kita.
Founder dan CEO Komunitas Kridha Dhari Indonesia, Estevina Prescilla punya pandangan senada. Bahkan kiprah Komunitas Kridha Dhari yang merupakan penggagas pertama gerakan budaya #SelasaBerkebaya dan #KamisNusantara itu juga mulai bergerak ke seluruh penjuru Nusantara untuk menginisiasi aksi cinta dan bangga budaya bangsa kepada semua kalangan di negeri ini.
“Pelestarian budaya peninggalan leluhur adalah tugas dan kewajiban sejarah kita sebagai anak bangsa. Dan ini yang sedang kami upayakan untuk dimengerti semua pihak para pemangku kepentingan di negeri ini. Kalau bukan kita, siapa lagi ? Kalau bukan sekarang, kapan lagi ?”, ujar perempuan Kawanua kelahiran Jakarta yang akrab dipanggil Cilla, berapi-api.
Begitu masif gerakan masyarakat untuk melestarikan budaya bangsa, lalu bagaimana dengan respons Pemerintah ? Melalui kerja keras Direktur Jenderal Kebudayaannya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid, jejak pencatatan kaligrafi budaya Indonesia khususnya permuseuman sudah rancak dilakukan selama ini. Tapi menurut saya kerja keras Hilmar Farid belum cukup. Harus didukung oleh pihak lain.
Pemerintahan Jokowi Jilid Satu telah gagal total memilih Menteri Koperasi dan UKM. Tidak ada jejak kerja Puspa Yoga dalam meningkatkan kinerja UMKM kita khususnya di bidang karya wastra nusantara. Apakah jejak kegagalan akan berulang saat Kementerian tersebut digawangi oleh Teten Masduki ? Saya tidak tahu. Meskipun saya secara pribadi tidak yakin dengan kapasitas seorang Teten yang pragmatis, tapi saya tetap menaruh harapan agar dia mampu bekerja melindungi dan mengembangkan UMKM dunia wastra kita yang berserak di seluruh penjuru Nusantara.
Dan, gemulai selendang Miranti tetap berayun di langit ke seluruh penjuru negeri. Mudah- mudahan usaha keras para bidadari negeri seperti Ulupi Hastuti, Miranti Serad, Estevina Prescilla, Dhanny Dahlan, Linda Herlinda dan lain-lain tidak hanya bergema di ruang hampa. Semoga
Salam SATU Indonesia
17112019
#SaveBudayaNegeri
kridhadhari.com